This paper discusses translation of character name in children’s literature. The uniqueness of children translation is the translator concern in the target reader i.e. children without lack of translation quality itself. The object of this paper is character name in Walt Disney. Techniques in translating name are pure borrowing, naturalized borrowing, literal translation, and adaptation technique. Adaptation technique should be minimized because it tends to violet author intention in the meaning of a character name. Reducing adaptation technique also helps the children to respect and know about other cultures.
Keywords: name, translation, children, culture
A. Penerjemahan Karya Sastra Anak
Dewasa ini, kuantitas terjemahan buku-buku asing ke dalam Bahasa Indonesia terus meningkat. Hal tersebut membuka jalur informasi yang begitu lebar sehingga berdampak positif pada pertukaran informasi, pengetahuan, dan kebudayaan antarnegara. Karya-karya sastra baik karya klasik, karya populer ataupun karya sastra anak, menjadi bahan penerjemahan yang populer, hal ini bisa dilihat dari maraknya karya sastra terjemahan yang ditawarkan di berbagai toko buku. Namun demikian, kualitas terjemahannya masih perlu mendapat perhatian khusus, karena memang menerjemahkan bukanlah proses yang mudah. Terlebih karya sastra anak, dimana pembaca sasarannya adalah anak-anak dengan segala keunikannya. Tentunya kualitas terjemahannya pun disesuaikan dengan kemampuan anak-anak dalam memahaminya.
Penerjemahan karya sastra anak menjadi sesuatu yang penting. Karya sastra anak merupakan sarana yang baik dalam membantu anak-anak untuk menggunakan imajinasi mereka, menambah perbendaharaan kosa kata, memahami kebudayaan baik kebudayaan sendiri maupun kebudayaan dari luar, seperti yang dimaksud dalam kutipan berikut,
And, if the titles reflect the diverse groups of people in the world around them, children can learn to respect not only their own cultural groups, but also the cultural of others. Children’s literature serves as both a mirror to children and as a window to the world around them by showing people from diverse groups playing and working together, solving problems and overcoming obstacles. At its best, multicultural children’s literature helps children understand that despite our many differences, all people share common feelings and aspirations. (www.partnersagainsthate.0rg)
Oleh karena itu, mengingat pentingnya suatu karya sastra anak maka penerjemahannya pun harus lebih sensitif ketika menerjemahkannya. Dalam penerjemahan karya sastra anak, seorang penerjemah dituntut untuk lebih memberikan fokus pada anak-anak sebagai pembaca sasarannya. Anak-anak dengan segala keterbatasannya dalam memahami suatu nilai kebudayaan tertentu.
Sejalan dengan itu, penulis tidak sependapat dengan Shavit (1986), dimana penerjemah karya sastra anak dapat melakukan manipulasi teks dengan melakukan merubahan, memperbesar, meringkas dengan cara menghapus atau menambahkan.
Unlike contemporary translators of adult books, the translator of children's literature can permit himself great liberties regarding the text, as a result of the peripheral position of children's literature within the literary polysystem. That is, the translator is permitted to manipulate the text in various ways by changing, enlarging, or abridging it or by deleting or adding to it. (Shavit, 1986)
Hal ini akan berlawanan dengan prinsip dasar sebuah penerjemahan dimana dalam pengalihan makna haruslah sepadan atau sama, tidak ditambahi ataupun dikurangi. Apabila A terjemahkan menjadi A jangan pula dilebih-lebihkan. Walaupun lebih lanjut Shavit menjelaskan hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar lebih mudah dipahami bagi anak-anak. Dalam penerjemahan karya sastra anak, memang harus memfokuskan pada pembaca sasaran yaitu anak-anak. Akan tetapi, hal tersebut tentunya harus tetap dalam kaidah-kaidah penerjemahan itu sendiri. Disinilah keunikan penerjemahan karya sastra anak, penerjemah dituntut untuk menghasilkan terjemahan yang mudah dipahami bagi anak-anak sekaligus tetap menjaga kualitas terjemahannya.
B. Penerjemahan Nama
Istilah nama secara keilmuan dikaji dalam suatu kajian tertentu yang disebut onomastics, yang berasal dari bahasa Yunani onomastikos dari anoma yang berarti nama. Lebih lanjut dibagi lagi kedalam nama persona (anthroponomastics dari anthropos yang berarti human being) nama yang mengacu pada penamaan seseorang; dan nama tempat (toponomastics dari topos yang berarti tempat) nama yang mengacu pada penamaan sebuah tempat. Konsep ini dikritik oleh Fernandes (2006), dimana ada kekaburan mengenai istilah nama orang dan tempat, bisa saja nama sebuah tempat diambil dari nama seseorang seperti nama tempat Alberta di Kanada yang merupakan nama seorang putri. Dalam hal ini sebetulnya bukanlah masalah, Alberta ketika mengacu pada penamaan sebuah tempat tetap disebut nama tempat, namun ketika dalam konteks nama seorang putri dimasukkan ke dalam nama persona. Sejalan dengan makalah ini, objek yang diteliti ialah yang termasuk dalam nama persona. Kemudian diterapkan dalam sebuah karya sastra anak menjadi nama yang ada dalam tokoh atau karakter dalam karya tersebut.
Dalam Nord (2003), pengertian nama ialah kata atau sekumpulan kata yang berfungsi sebagai identifikasi pada nama individu, binatang, tempat ataupun benda. Lebih lanjut Nord menambahkan directly to a single, concrete referent, jadi sebuah nama hanya mengacu pada satu referen saja. Dalam makalah ini, yang dimaksud nama karakter ialah nama suatu karakter tokoh dimana hanya mengacu pada tokoh tersebut saja tidak ke karakter yang lain.
Salah satu unsur penting dalam menerjemahkan suatu karya sastra adalah pada penamaannya. Penerjemahan nama menjadi sesuatu yang mencolok dan langsung terlihat oleh pembaca sehingga perlu mendapat perhatian khusus, seperti menurut Nord (2003: 182) dalam Fernandes (2006).
Just a quick glance at translated texts can reveal that translators do all sorts of things with names;such as substitute, transcribe and omit them.
Nama dalam suatu karya sastra anak memiliki peranan yang penting dalam menggambarkan suatu karakter tertentu, untuk membantu pembaca anak-anak dalam memahami sebuah cerita. Menurut Nord (2003) in fictional texts there is no name that has no informative function at all, setiap nama selalu memiliki fungsi tersendiri dalam satu keutuhan plot cerita.
Dalam Fornalczyk,
Names in a literary work are specific: it may be guessed that behind most names there was an author’s intention. Proper names in literature fulfill identifying, fictionalizing and characterizing functions (Debus 2002, 73 -90)
Pemilihan nama suatu karakter oleh si pengarang tentunya memiliki maksud dan tujuan tertentu, bukanlah sesuatu yang asal-asalan. Untuk itu penerjemahannya pun haruslah menghormati pemilihan nama tersebut. Salah satu penghormatan yang bisa dilakukan seorang penerjemah ialah dengan tidak menghilangkan sama sekali penamaan suatu karakter dalam suatu karya sastra.
C. Teknik Penerjemahan Nama
Teknik penerjemahan nama telah banyak ditulis oleh para pakar penerjemahan. Namun secara umum teknik tersebut sama antara satu dengan lain. Teknik penerjemahan nama menurut Hermans adalah sebagai berikut:
They can be copied, i.e. reproduced in the target text exactly as they were in the source text. They can be transcribed, i.e. transliterated or adapted on the level of spelling, phonology, etc. A formally unrelated name can be substituted in the target text for any given name in the source text (…). And insofar as a (…) name in a source text is enmeshed in the lexicon of that language and acquires ‘meaning’, it can be translated (Hermans 1988: 13)
Teknik-teknik tersebut adalah sebagai berikut:
1. They can be copied, i.e. reproduced in the target text exactly as they were in the source text.
Teknik pertama yang digunakan ialah dengan mengopi nama karakter sama persis seperti nama karakter pada teks Bahasa Sumber (BSu). Teknik ini dikenal dengan teknik pure borrowing yaitu peminjaman murni dimana penerjemahan dilakukan tanpa melakukan perubahan (Molina dan Albir 2002: 509-511). Contohnya, karakter Donald Duck diterjemahkan tetap menjadi Donald Duck.
2. They can be transcribed, i.e. transliterated or adapted on the level of spelling, phonology, etc.
Teknik kedua ialah dengan mengubah pengucapan dalam fonologinya. Hal ini sama dengan konsep teknik penerjemahan naturalized borrowing yaitu peminjaman alamiah dimana penerjemahan dilakukan dengan peminjaman tetapi lafalnya disesuaikan (Molina dan Albir 2002: 509-511). Contohnya, karakter Donald Duck diterjemahkan menjadi Donal Dak.
3. A formally unrelated name can be substituted in the target text for any given name in the source text (…).
Teknik ketiga ialah dengan mengganti nama dalam teks BSa dengan istilah nama yang tidak berhubungan sama sekali, baik maknanya ataupun pelafalannya. Menurut Vinay dan Darbelnet dalam Fawcett (1997), teknik ini dikenal dengan istilah adaptation (adaptasi), Contohnya, karakter Donald Duck diterjemahkan menjadi Joko Bebek.
4. And insofar as a (…) name in a source text is enmeshed in the lexicon of that language and acquires ‘meaning’, it can be translated.
Teknik keempat ialah penerjemahan dilakukan dengan mengartikan nama karakter tersebut sesuai makna semantiknya. Teknik ini dikenal dengan teknik literal translation (penerjemahan harfiah). Contoh, Granma Duck yang diterjemahkan menjadi Nenek Bebek.
Salah satu teknik yang disebutkan dalam artikel tersebut ialah teknik adaptasi, dimana teknik tersebut dapat menghilangkan maksud asli pengarang terhadap sebuah nama. Oleh karena itu, teknik adaptasi dalam menerjemahkan nama karakter dalam karya sastra hendaknya diminimalisasi. Hal ini berkaitan dengan penghormatan terhadap seorang pengarang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
D.Temuan Kasus pada Terjemahan Walt Disney
Dalam sebuah seminar penerjemahan, Prof Harry Aveling menyampaikan bahwa karya yang paling banyak diterjemahkan di seluruh dunia ialah karya Walt Disney, termasuk di Indonesia. Walt Disney ialah nama seorang pengarang karya sastra anak yang sangat populer, karakter penokohan yang diciptakannya sangat banyak dan dikenal anak-anak. Makalah ini akan mengkaji teknik penerjemahan yang digunakan dalam Penerjemahan nama karakter karya Walt Disney ke dalam bahasa Indonesia.
a. Peminjaman alamiah dan harfiah
1. Donald Duck menjadi Donal Bebek
2. Daisy Duck menjadi Desi Bebek
3. Mickey Mouse menjadi Miki Tikus
4. Minnie Mouse menjadi Mini Tikus
Pada kasus ini, penerjemah menggunakan penerjemahan alamiah dimana kata Donald, daisy, Mickey dan Minnie disesuaikan dengan pengucapan pada bahasa Indonesia menjadi Donal, Desi, Miki dan Mini. Kemudian pada kata duck, dan mouse diterjemahkan secara harfiah menjadi bebek dan tikus.
b. Peminjaman alamiah
1. Goofy menjadi Gufi
2. Clarabelle menjadi Klarabela
c. Penerjemahan Harfiah
1. Grandma Duck menjadi Nenek Bebek; granma à nenek, duck à bebek.
d. Peminjaman murni
1. Pluto menjadi Pluto
2. Brigitta menjadi Brigitta
e. Adaptasi
1. Neighbor J. Jones menjadi Pokijan
2. Magica De Spell menjadi Mimi
3. Junior Woodchuck menjadi Pramuka Siaga
4. April, May, June Duck menjadi Titi, Tita dan Tati Bebek
5. Scrooge McDuck menjadi Gober Bebek
6. Huey Duck menjadi Kwik
7. Duey Duck menjadi Kwek
8. Louie Duck menjadi Kwak
9. Gladstone Gander menjadi Untung Angsa
10. Gus Goose menjadi Agus Angsa
11. Fethry Duck menjadi Didi bebek
12. Chip n Dale menjadi Kiki & Koko
13. Princess Oona menjadi Una
14. Gyro Gearloose menjadi Lang Ling Lung
15. Emily Quackfaster menjadi Nona ketik
16. Horace Horsecollar menjadi Karel Kuda
17. Bolivar menjadi Lubas
18. Cornelis Coot menjadi Kornelis Prul
19. Madam Mim menjadi Madam Mik Mak
20. The Beagle Boys menjadi Gerombolan Siberat
21. The Junior Woodchuck menjadi Pramuka Siaga
22. Ludwig von Drake menjadi Profesor Otto
23. Black Pete menjadi Boris
24. Zeke Wolf / Big Bad Wolf menjadi Midas Serigala/ Serigala Jahat
25. Lil Bad Wolf menjadi Serigala kecil
26. Practical Pig menjadi Snor
27. Fiddler Pig menjadi Snir
28. Fifer Pig menjadi Snar
E. Kesimpulan
Dari 38 karakter yang dikaji, ditemukan 28 karakter diterjemahkan dengan teknik adaptasi, 2 dengan penerjamahan murni, 1 harfiah, 2 peminjaman alamiah, dan 4 menggunakan kombinasi peminjaman alamiah dan harfiah. Teknik adaptasi hendaknya diminimalisasi karena “melanggar” maksud pemilihan nama oleh seorang pengarang. Adapun, hambatan yang ditemui apabila tidak menggunakan teknik adaptasi sebaiknya justru dijadikan sebagai jalan bagi anak-anak untuk menghormati dan memahami kebudayaan lain yang ada pada teks sumber.
Sumber:
- Aguilera, Elvira Camara. The Translation of Proper Names in Children’s Literature. Jurnal Penerjemahan.2008.
- Anna Fornalczyk. Anthroponym Translation In Children’s Literature Early 20th And 21st Centuries. Jurnal Penerjemahan. 2007.
- Fernandes, Lincoln. Translation of Names in Children’s Fantasy Literature: Bringing the Young Reader. Jurnal Penerjemahan. 2006.
- Morin, Izak. Translating Pronouns and Proper Names Indonesian versus English. Jurnal Penerjemahan. 2006.
- Nord, Christiane. Proper Names in Translations for Children Alice in Wonderland as a Case in Point. Jurnal Penerjemahan. 2003.
- Oittinen, Riitta. Translating for Children. New York: Garland Publishing,Inc. 2000.
- Pour, Behnaz Sanaty. How to Translate Personal Names. Jurnal Penerjemahan. 2009.
- Sarkka, Heikki. Translation of Proper Names in Non-fiction Texts. Jurnal Penerjemahan. 2007.
- Shavit, Zohar. Poetics of Children's Literature. London: The University of Georgia press. 1986.
- www.partnersagainsthate.0rg. The Importance of Multicultural Children’s Book. (diunduh tanggal 15 Januari 2011).
- http://disney.go.com/index. diunduh tanggal 6 Januari 2011.
No comments:
Post a Comment